OpenSID merupakan aplikasi bersifat Open Source. Dikembangkan oleh OpenDesa demi mendukung keterbukaan informasi dan digitalisasi Desa diseluruh Indonesia
Tema Pusako merupakan Tema atau Theme Premium resmi Aplikasi OpenSID. Layout dan design perpaduan modern dan minimalis. Responsive terhadap semua jenis layar. Memiliki 12 pilihan warna primer. Dilengkapi fitur-fitur bawaan dari OpenSID serta fitur tambahan sebagai pendukung
Desa Tambirejo berada di Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah.
Dengan data populasi penduduk,
4410 orang penduduk laki-laki dan
4387 orang penduduk perempuan
Identitas Desa
Kode Desa
:
3315042013
Kode Kecamatan
:
331504
Kode Kabupaten
:
3315
Kode Provinsi
:
33
Kode Pos
:
58171
Kantor Desa
Jl. Raya Tambirejo No. 6 Desa Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan - Jawa Tengah
Pada jaman dahulu Desa Tambirejo berupa hutan belantara, suatu ketika datang tiga orang yang terdiri dari dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Yang mana merupakan pasangan kekasih yang diikuti seorang pamomong atau disebut abdi.
Orang ketiga tersebut datang dari kerajaan Mataram, yang mana kepergiannya karena mereka sendiri dari keraton, akibat pernikahan keduanya tidak disetujui oleh orang tuanya. Dalam diri mereka agar tidak diketahui oleh keraton mereka berdua, dan pihak lain yang sebenarnya. Mereka hanya memiliki sebutan Dampit saja dan abdinya yang dengan sebutan Singa Pengaji.
Mereka keluar dari keraton hanya berbekal lima pasang biji tumbuh- tumbuhan yaitu biji asam, biji wuni, biji serut, biji berasan dan biji kepuh. Pada hari suatu tibalah mereka di sebuah tempat, dan mereka beristirahat di bawah suatu pohon Pucang. Dan kelak dikemudian hari tempat tersebut menjadi sebuah pemukiman yang disebut Desa Pucang . Karena masih terasa belum aman, takut utusan keraton mengejar, mereka berlari terus ke timur dan sampailah di suatu tempat dengan napas tersengal atau bahasa Jawanya menggeh- menggeh, kemudian tempat tersebut kemudian hari disebut Desa Sanggeh.
Karena masih belum cocok ditempat tersebut dan belum aman mereka terus mengembara ke timur dan sampailah di suatu tempat yang terdapat alat penjerat harimau atau disebut dengan grogolan, dan tempat tersebut pada saat ini menjadi sebuah dusun yaitu dengan nama Grogol. Dari tempat tersebut terus berlari ke arah barat laut dan tiba di suatu tempat, namun mereka tetap merasa takut jika musuh masih mengejar, karena lama merasa berada di tempat tersebut disebut Dusun Kemamang, mereka terus berlari ke barat laut tibalah di suatu tempat yang udaranya terasa dingin yang dalam bahasa Jawa disebut jekut dan atis, yang kelak dikemudian hari tempat tersebut menjadi sebuah dusun yang disebut Jetis, dari kata jekut dan atis, merasa kurang nyaman mereka terus ke barat karena menyeberang sungai, dan di sana mereka bertemu dengan seorang dan ditanya, namun orang tersebut tidak mau menjawab dan seolah-olah olah mbodoni, dan kemudian hari tempat tersebut menjadi Dusun Mbodo.
Karena merasa jengkel terus balik arah ke timur laut dan sampailah mereka di suatu tempat mereka beristirahat, sambil melepas penat Minta naik punggung (bahasa jawanya pungli ) pada abdinya. Di kemudian hari menjadi sebuah dusun yang disebut Mungkli ( Desa Kandangan). Dan dari tempat tersebut beliau memandang ke arah barat terdapat tempat yang luas dan terbuka atau bahasa jawanya ngilak-ilak atau ngablak, dan tempat tersebut dikemudian hari menjadi sebuah tempat dengan sebutan Dusun Ngablak ( Desa Ngraji ). Mereka masih merasa belum nyaman ditempat dan akhirnya mereka kembali ke barat lagi dan tiba di suatu tempat yang nyaman untuk tempat tinggal. Di tempat baru tersebut Dampit berdua akhirnya menetap dan tingggal di situ, dengan sebutan Mbah Dampit.
Mereka kemudian menanam biji- biji pohon yang dibawanya tadi, yaitu biji wuni, biji asem, biji serut, biji berasan dan biji kepuh. Biji biji itu tumbuh dan menjadi pohon yang besar, dan yang paling besar dalah pohon kepuh, dan kelak di kemudian tempat tinggal Mbah Dampit tersebut menjadi sebuah dusun yang besar yaitu Dusun Kepuh. Karena sudah merasa tenang bahwa sudah bisa menetap dengan nyaman tidak ada kejaran dari pihak keraton, maka Mbah Dampit mengutus abdi Singa Pengaji untuk membuka tempat baru di sebelah utara Dusun Kepuh, yang kelak dikemudian hari disebut dengan Desa Ngraji Wilayah Kecamatan Purwodadi.
Seiring perginya dari keraton dan tinggal menetap di tempat baru tersebut. Ahirnya tersiar juga sampai Madiun bahwa ada trah keraton Mataram, yang tinggal di Dusun Kepuh. Maka ada dua orang Demang yang bernama Demang Pancayudho dari Mataram dan yang satunya bernama Demang Pancataru dari Madiun turut serta tinggal di Dusun Kepuh mengikuti Mbah Dampit. Mbah Dampit berdua sampai akhir hayatnya menetap di Dusun Kepuh, namun tidak memiliki keturunan sedangkan Mbah Demang Pancayuda inilah yang sampai saat ini keturunnya masih ada di Dusun Kepuh, dan sampai saat ini peninggalan Mbah Dampit yang masih ada adalah pohon kepuh dan makam beliau berdua, makam Mbah Pancayudha bersama istri dan makam Mbah Pancataru beserta istri.
Sedangkan untuk pohon wuni, pohon asem, dan pohon serut dan pohon berasan, sekitar pada tahun 1990-an mati meranggas, dan pohon kepuh yang satunya roboh karena topan. Selain makam dan pohon masih ada sumur tua, yang disebut sumur brumbung, namun sumur tersebut sudah direhap menjadi sumur biasa dan yang lainnya juga ditemukan sebuah arca, lingga, yoni dan batu- batu kuno pada tahun 1970. Dan penemuan tersebut saat ini sudah tidak ada berada di Dusun Kepuh namun sudah dinas purbakala untuk dilakukan penelitian di Magelang dan saat ini disimpan di Musium Purwodadi.
Tempat-tempat yang disinggahi Mbah Dampit dan Mbah Singa Pengaji tersebut dikemudian hari menjadi dusun dan desa yang terdiri sebagai berikut :
Desa Pucang wilayahnya khusus Pucang
Desa Sanggeh yang wilayah meliputi Dusun Sanggeh, dan Dusun Grogol .
Desa Kepuh yang wilayahnya meliputi Dusun Kepuh, Dusun Mungkli, Dusun Kemamang, Dusun Jetis dan Dusun Mbodo.
Desa Ngraji ( Kecamatan Purwodadi ) dengan salah satu wilayahnya bernama Dusun Ngablak.
Masing-masing desa tersebut memiliki seorang Kepala Desa yang dulu disebut dengan Lurah dengan beberapa pamong yang terdiri dari Carik, Kamituwa, Bayan, Kepetengan dan Modin. Namun sebelum tahun 1800 salah satu wilayah desa Kepuh yaitu Dusun Mungkli menjadi milik Desa Kandangan Kecamatan Purwodadi, karena dijual oleh Lurah zaman dulu. Dan uangnya dibagikan kepada kepala keluarga dusun Kepuh. Hal ini dilakukan karena dusun tersebut letaknya jauh dari Kepuh.
Selain legenda tersebut di atas juga ada beberapa legenda yang yeng terjadi diwilayah Desa Tambirejo
Legenda Bumi Gendingan Depok
Di wilayah Desa Tambirejo terdapat tanah yang letaknya di wilayah Desa Tambirejo namun bukan milik Desa Tambirejo tapi milik Desa Depok. Konon dulu tanah tersebut juga merupakan wilayah Desa Tambirejo, namun pada suatu hari tiba-tiba ditemukan mayat di tanah tersebut. Dan tidak diketahui siapa mayat tersebut, orang Tambirejo juga tidak mau mengurusinya, karena ketakutan akan menjadi pembunuh. Akhirnya datang seorang yang mau mengurusi mayat-mayat tersebut dan orang-orang tersebut berasal dari wilayah lain desa dengan syarat agar semua tanah yang dilewati waktu membawa mayat tersebut sampai ke jalan menjadi milik desanya. Warga Desa Tambirejo mengizinkannya, dan akhirnya mayat tersebut dibawa oleh orang tersebut, namun tidak langsung menuju jalan, tetapi orang-orang tersebut terlebih dahulu berputar cukup jauh mengelilingi beberapa hektar wilayah Desa Tambirejo dan baru menuju ke jalan. Karena sudah kalah janji akhirnya beberapa hektar wilayah Desa Tambirejo tadi menjadi milik orang tersebut. Dan saat ini menjadi milik aset Desa Depok Kecamatan Toroh. Dan merupakan sumber PAD yang penting bagi Desa Depok karena harga sewanya tinggi.
Legenda sewa perangkat gamelan/ gong.
Konon disebelah utara Waduk Sanggeh yaitu tepatnya di tegalan sekarang milik Mbah Kanar Alamahum, ada persewaan gong/ kerawitan ghaib. Bila mana ada warga yang punya hajat dan ingin meramaikan dengan kerawitan/ gong cukup dengan pinjam dengan cara meletakan sedikit uang dan beberapa sesaji di tempat tersebut, maka dengan sendirinya seperangkat gong/ kerawitan tersebut akan muncul dengan sendirinya ditempat tersebut, dan tinggal membawa pulang ke rumah yang punya hajat. Gong tersebut bisa dimainkan oleh warga yang biasanya menjadi pengrawit/ niyaga. Dan kalau sudah selesai tinggal dikembalikan ke tempat semula dan akan lenyap dengan sendirinya. Namun karena manusia juga banyak yang bersifat serakah, ada yang pinjam gong ghaib tersebut tapi tidak semua dikembalikan. Sehingga dikemudian hari ketika ada yang pinjam gong ghaib tersebut gong tersebut tidak muncul lagi sampai saat ini.
Legenda Sendang Wedelan
Sendang ini dulu terletak di sebelah timur Dusun Sanggeh, dan konon bilamana ada orang yang ingin mengungkapkan kain atau dalam bahasa yang disebut medel , cukup dengan mencelupkan ke dalam sendang tersebut dengan membawa bebebrapa sesaji. Dan sehari setelahnya kain/ pakaian tersebut akan berubah menjadi hitam. Namun saat ini hal tersebut tidak bisa dilakukan.
Kembali ke sejarah Desa Tambirejo, pada tahun 1923 pada era Bupati Grobogan yang dipimpin oleh Pangeran Aryo Sunarto mengadakan pengaturan administrasi desa dengan menggabungkan desa-desa kecil secara ekonomis kurang menguntungkan di Grobogan menjadi sebuah desa. Dan Desa Tambirejo juga demikian, dari ketiga desa dari empat desa kecil tersebut digabung menjadi satu atau dengan kata lain diadakan blengketan dan menjadi sebuah desa baru, dengan pusat desa tersebut menjadi dusun yang baru dikemudian hari dikenal menjadi Dusun Mbaru.
Sedangkan untuk nama desa disebut Tambirejo. Konon dulu di pertigaan jalan Mbaru terdapat sebuah pohon randu alas yang tinggi dan besar, dan akarnya lebar menjulur keluar atau dalam bahasa jawa disebut dengan nama Tambi dan tempat tersebut dijadikan tempat berteduh warga diwaktu hujan maupun terik dari panas matahari. Sehingga lama-kelamaan tempat beradanya tambi tersebut menjadi ramai atau rejo, yang akhirnya kelak dikemudian hari dijadikan sebagai nama desa yaitu Tambirejo.
Jadi, nama Tambirejo dapat dikandung maksud sebuah tempat yang nyaman sebagai tempat tinggal warganya untuk dapat hidup makmur. Setelah diadakan blengketan/ penggabungan desa dengan pilihan Lurah baru, dengan calon dari masing-masing lurah lama dari ketiga desa sebelum digabung yaitu : Lurah Patmodipura dari Kepuh, Lurah Sanggeh, Lurah Pucang ditambah dengan calon independen yang pekerjaan sehari-harinya sebagai tukang jahit, beliau bernama Dullah.
Dan pada hari pilihan lurah tersebut pemilihnya dari tiga desa tersebut dengan cara memasukan lidi dalam bumbung ke salah satu dari empat bumbung milik calon lurah. Sampai akhirnya terpilih dengan jumlah lidi terbanyak dalam bumbung milih calon Lurah Dullah, yang akhirnya Bapak Dullah menjadi Lurah Desa Tambirejo dengan Cariknya Hadi Sasmito sampai dengan tahun 1934. Dan tahun 1934 Bapak Dullah meninggal dunia dan diadakan pilihan lurah dan dimenangkan oleh Bapak Hadi Sasmito yang semula dari Carik, dan dengan dikuti calon lurah yang lain yaitu Bp. Setiya Atmadja dan Bp. Ngari. Adapun jabatan carik diganti dengan Carik yang baru bernama Marto Suyono.
Bapak Hadi Sasmito karena aturan baru tidak bisa sampai akhir hayatnya dan dipensiunkan pada tahun 1979 dan sampai tahun 1979 Lurah Tambirejo dijabat oleh Pejabat Sementara oleh Bapak Mas Hari Hariyanto, dan pada saat itu Carikya adalah Bapak Bambang Sidi. Pada era Bapak Mas Hari-Hariyanto ini tepatnya tahun 1977 pergantian nama untuk beberapa dusun sebagai berikut :
Dusun Mamang diganti nama menjadi Dusun Mangunrejo. Mangunrejo berasal dari kata mangun berarti membuat atau membangun dan rejo berarti ramai dan makmur, jadi mangun rejo berarti membangun dusun agar warganya menjadi makmur. Nama Mungunrejo merupakan usulan dari Bapak Mardjaji selaku Kamituwo (Kepala Dusun) Mangunrejo.
Dusun Mbodo diganti menjadi Dusun Sendangsari. Sebenarnya untuk dusun Mbodo ini ada dua usulan nama yaitu Tegalrejo dan Sendangsari, yang Tegalrejo proposal dari Bapak Ripin sebagai Kamituwa/ Kadus Sendangsari dan Sendangsari proposal dari Bapak Rono Redjo Radijo( Mbah Radiyo Bapak dari. Sekdes Tambirejo Sarah) selaku ketua Rukun Kampung. Artinya sama- sama bagus, tegalrejo berasal dari kata tegal yang berarti tempat/lahan untuk tanam, rejo artinya ramai dan makmur jadi tegal rejo berarti tempat yang makmur dan ramai. Sedangkan sendangsari berasal dari kata sendang dan sari, sendang adalah tempat dan sumber air dan sari adalah yang terbaik. Jadi sendangsari adalah tempat dan sumber air yang terbaik dan menyejukkan. Namun akhirnya Bapak Kamituwa Ripin memilih Sendangsari karena di Mbodo ada sumur tua yang trembalangnya ( penyekat ) terbuat dari kayu jati, dulu sumber airnya sangat deras, yang bisa mencukupi kebutuhan warga Mbodo dan sekitarnya.
Dusun Mbaru menjadi Dusun Tambirejo, karena sebagai pusat desa.
Pada tahun 1979 diadakan Pilihan Kepala Desa dan dimenangkan oleh Bp. Soekarno, yang sampai tahun 1988.
Pada jeda tahun 1988-1989, Kepala Desa Tambirejo dijabat PJS. Munadi dan Pada tahun 1989 diadakan Pemilihan Kepala Desa yang dimenangkan oleh Bp. Soekarmanto dan sampai dua periode jabatan sampai dengan tahun 2007. Dan pada era Bp. Soekarmanto itu terjadi pergantian Sekretaris Desa pada tahun 1994 dari Bp. Bambang Sidi kepada Bp. Sarah tepatnya pada tanggal 17 Mei 1994 dan pelantikan pada tanggal 22 Juni 1994.
Dan pada tahun 2007 diadakan Pemilihan Kepala Desa dimenangkan oleh Bp Yakub Raras Puspitananto, S.Sos. yang merupakan putra dari Bapak H.Soekarmanto kepala desa lama, sampai sekarang dalam periode ketiga.
Desa Tambirejo berada di Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah.
Dengan data populasi penduduk,
4410 orang penduduk laki-laki dan
4387 orang penduduk perempuan
Identitas Desa
Kode Desa
:
3315042013
Kode Kecamatan
:
331504
Kode Kabupaten
:
3315
Kode Provinsi
:
33
Kode Pos
:
58171
Kantor Desa
Jl. Raya Tambirejo No. 6 Desa Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan - Jawa Tengah